Senin, 24 November 2025

Apa ini yang saya harapkan

 Saya mendedikasikan hidup saya untuk mencari nafkah, bangun sebelum matahari terbit, dan bekerja sampai tubuh terasa remuk. Setiap lembar uang yang saya serahkan adalah hasil dari jam-jam pengorbanan, menelan kepenatan dan menunda semua kebutuhan pribadi saya. Yang penting bagi saya adalah melihat keluarga terurus—tagihan terbayar, makanan terhidang, dan anak-anak tersenyum. Namun, dalam proses ini, saya seolah menghilang; saya pulang bukan sebagai suami yang dirindukan, melainkan hanya sebagai mesin penghasil uang. Kebutuhan fisik dan emosional saya selalu dikesampingkan, menjadi daftar terakhir yang tak pernah tercentang.

​Hal yang paling menyiksa bukanlah beban pekerjaan, melainkan sambutan dingin dan sikap acuh tak acuh yang selalu saya terima di rumah. Saya membawa rezeki, tetapi tidak pernah membawa ketenangan, karena saya harus selalu mengemis untuk mendapatkan sisa-sisa kasih sayang yang seharusnya menjadi hak saya tanpa diminta. Rasanya seperti saya harus terus membuktikan diri hanya untuk mendapatkan pengakuan sebagai seorang suami, bukan sekadar penyedia. Saya hanya ingin dihargai, dilihat, dan dicintai sebagai seorang manusia yang juga butuh istirahat, bukan hanya dinilai dari seberapa banyak keringat yang saya hasilkan.


Kamis, 10 Juli 2025

Semoga cepat sembuh

 Di relung hati yang paling dalam, ada kerinduan yang tak terucapkan, sebuah jeritan hening yang hanya bisa didengar oleh angin. Ayah, andai saja jarak ini tidak terbentang begitu jauh, mungkin aku sudah berlari memelukmu, merasakan hangatnya dekapmu yang selalu menjadi pelipur lara. Setiap malam, saat bintang-bintang berkelip di langit, aku membayangkan dirimu di sana, di tempat yang nun jauh. Aku merindukan tawa renyahmu, nasihat-nasihat bijakmu, bahkan sekadar keberadaanmu di sisi. Rasanya begitu berat menahan keinginan ini, menahan air mata yang ingin jatuh setiap kali teringat akanmu.

Aku tahu engkau juga pasti merasakan hal yang sama, Ayah. Setiap telepon atau video call hanya bisa sedikit mengobati dahaga rindu ini, namun tak pernah cukup. Ada bagian dari diriku yang selalu merasa hampa tanpamu, seperti puzzle yang kehilangan satu keping pentingnya. Aku hanya bisa berharap, suatu hari nanti, jarak ini tidak akan lagi menjadi penghalang. Aku ingin merasakan kembali sentuhan tanganmu, berbagi cerita tentang hariku, dan menatap langsung mata penuh kasihmu. Sampai saat itu tiba, doaku akan selalu menyertaimu, Ayah, dan kerinduan ini akan menjadi jembatan yang menghubungkan hati kita.